Manakah yang dahulu `Berbahasa atau Berfikir?`
Berpikir
dan Berbahasa
George
H. Lewis mengatakan “manusia
berbahasa ibarat burung bersayap”. Bahasa tak terlepas dari hakikat
keberadaan manusia karena itulah bahasa menjadi peralatan komunikas antar
manusia. Dalam proses berbahasa (gerak
mulut) manusia melibatkan pikiran (akal)
dan mentalnya (psikis). Maka dari
itu, berbahasa merupakan serangkaian kegiatan manusia alami dalam perjalaan kehidupannya
yang melibatkan akal dan pisikisnya.
Berpikir dan berbahasa
adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan, berpikir diperlukan ketika berbahasa
begitupun sebaliknya, bahasa juga digunakan dalam berpikir. Namun manakah yang
lebih dahulu berpikir atau berbahasa?
Hal pertama yang perlu
kita ketahui adalah pengertian berpikir dan berbahasa ini,
a. Berfikir
Menurut J.M. Bochenski berfikir adalah perkembangan ide dan konsep yang
merupakan kegiatan fisik namun juga merupakan kegiatan mental. Jujus. S . S mengemukakan bahwa berfikir
merupakan suatu proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan
serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang
akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan.
Menurut Rummel, pada dasarnya proses berfikir yang dilakukan manusia telah
terjadi dalam empat periode, yaitu : a) periode mencoba-coba, b) periode
otoritas (kekuasaan), c) periode argumentasi, d) periode hipotesis dan
eksperimen.
b. Berbahasa
Berbahasa adalah penyampaian pikiran
atau perasaan dari orang yang berbicara mengenai masalah yang dihadapi dalam
kehidupan. Menurut Finocchiaori
(dalam Alwasilah, 1993, hal 82) mengemukakakn bahwa bahasa adalah sistem yang
manasuka, simbol vokal yang disepakati bersama oleh orang-orang yang telah
mempelajari sistem budaya tersebut, untuk berkomunikasi atau berintekraksi.
Menurut Kridalaksana bahasa adalah
sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu
masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri.
Setelah mengetahui apa itu berpikir dan
berbahasa, lalu manakah yang lebih dahulu proses berpikir atau berbahasa ?
1. Ada
beberapa pendapat yang mengatakan bahwa bahasa lebih dominan dari pada
berfikir,
Yaitu Benyamin Whorf, Lenneberg, dan Von Humbold adalah pakar yang
berpendapat tentang hal ini. Menurut mereka pemahaman terhadap kata
mempengarahui pandangan terhadap realitas. Whorf
menyatakan bahwa struktur bahasa menentukan struktur pikiran. Pikiran kita
dapat dikondisikan oleh kata yang kita gunakan. Whorf berpendapat bahwa keterkaitan antara bahasa dengan pikiran
terletak pada asumsi bahwa bahasa mempengaruhi cara pandang manusia terhadap
dunia, serta mempengaruhi pemikiran individu pemakai bahasa itu.
Lennberg
mengatakan manusia telah menerima warisan biologi ketika dilahirkan, berupa,
kemampuan berkomunikasi dengan bahasa yang khusus untuk manusia, dan tidak ada hubungan
dengan kecerdasan atau pikiran.
2. Pakar
yang berpendapat bahwa berfikir lebih dominan dari berbahasa
Yaitu tokoh psikologi kognitif, Jean piaget, dia melihat bahwa
perkembangan aspek kognitif anak akan mempengaruhi bahasa yang digunakannya.
Semakin tinggi aspek tersebut semakin tinggi bahasa yang digunakannya. Aristoteles berargumen bahwa kategori
pikiran menentukan kategori bahasa. Sebagian orang berpendapat bahwa orang
dapat berfikir tanpa bahasa. Pikiran manusia dapat muncul tanpa didahului oleh
peran bahasa.
3. Pakar
yang berpendapat bahwa kemampuan berpikir dan berbahasa saling mempengaruhi
atau seimbang
Yaitu Benyamin Vigotsky, seorang ahli semantic
kebangsaan Rusia yang teorinya dikenal sebagai pembaharu teori Pieget
mengatakan bahwa bahasa dan pikiran saling mempengaruhi. Vigotsky berpendapat bahwa adanya satu tahap perkembangan pikiran
sebelum adanya bahasa, kemudian kedua garis bertemu, maka terjadilah secara
serentak pikiran berbahasa dan bahasa berpikir. Muller menegaskan bahwa bahasa dan pikiran selalu terikat.
Dari tiga pendapat di
atas, penulis lebih setuju dengan pendapat terakhir tanpa menyepelekan pendapat
ahli lainnya. Karena ketika kita berada di fase anak-anak, bisa saja pikiranlah
yang lebih dulu dari pada bahasa, lalu bagaimana dengan bayi yang baru lahir?.
Lalu menurut Piaget bahwa bahasa
tidak ada tanpa pikiran, pikiranlah penentu aspek-aspek sintaksis dan leksikon
bahasa. Lalu untuk menyampaikan dan memahami bahasa tentu seorang harus
berfikir lebih dahulu.
Namun terlepas dari
pendapat berbagai ahli lainnya di atas, Tuhan sebagai pencipta manusia telah
merancang dengan sebaik-baiknya manusia sebagai makhluk yang paling sempurana. Jika
berfikir lebih dahulu dari pada berbahasa, lalu bagaimana cara memikirkannya,
jika berbahasa lebih dahulu dari pada berpikir, lalu bagaimana menyampaikan
pikirannya?
Seseorang yang rendah
kemampuan berpikirnya akan mengalami kesulitan dalam menyusun kalimat yang
baik, seseorang menyampaikan ide dan gagasannya dengan berbahasa dan menangkap
ide dan gagasan orang lain melalui bahasa.
Dan setelah melihat
lebih jauh penulis lebih setuju bahwa bahasa dan berpikir itu sejalan atau sama
berkembang, sebagai contoh: Seorang anak kecil yang baru bisa mengucapkan satu
atau dua kata karena diajarkan oleh orangtuanya akan asal sebut kata saja
kepada orang, bisa saja “papa” dipanggil “mama”, atau “mama” dipanggil “papa”,
ia menyebut kata tersebut karena diajarkan oleh si orang tua, dan karena itu ia
mengucapkan hal demikian, maka ia sudah berfikir dan berbahasa. Setelah lebih
besar sedikit ia akan bisa membedakan untuk memanggil “mama” kepada siapa dan
“papa” kepada siapa, hal itu dikarenakan ia juga sudah berfikir lebih jauh
bahwa bahasa yang tepat yang harus dia gunakan adalah ini. Dari hal ini penulis
berfikir bahwa semakin berkembang manusia, maka akan semakin berkembang pula
bahasa dan pikirannya, kedua hal ini selalu bergandengan dan saling
ketergantungan tidak bisa dipisahkan.
Referensi :
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik: Kajian
Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.
Jurnal unissula, berbahasa, berpikir, dan peran
pendidikan bahasa (Enjang T. Suhendi)
Jurnal Unimed, relasional berfikir dengan bahasa
(Junifer Siregar)
Jurnal, berbahasa, berfikr, dan poses mental dalam
kajian psikolinguistik (Cahya Edi Setyawan)
Komentar
Posting Komentar