Analisis Novel Bergolak : Derita Anak Negri

 

              Analisis Novel Bergolak Menggunakan Teori Robert Stanton


Judul : Bergolak : Derita Anak Negri

Pengarang : Armini Arbain dan Ronidin

Penerbit : Penerbit Erka


Adapun teori struktural yang digunakan untuk menganalisis adalah teori struktural Robert Stanton. Stanton membagi unsur intrinsik fiksi menjadi dua bagian, yaitu: fakta cerita dan sarana cerita. Ia membagi unsur fakta cerita menjadi empat, yaitu alur, tokoh, latar, dan tema. Sedangkan sarana cerita terdiri dari judul, sudut pandang, gaya bahasa dan nada, simbolisme, dan ironi.

A.    Fakta Cerita

Karakter, alur, dan latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum menjadi satu, semua elemen ini dinamakan „struktur faktual‟ atau „tingkatan faktual cerita. Struktur faktual merupakan salah satu aspek cerita. Struktur faktual adalah cerita yang disorot dari satu sudut pandang (Stanton, 2007:22).

1.     Alur

Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau yang menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain yang tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya (Stanton, 2007:26).

Pada Novel bergolak ini memiliki alur progresif. Diceritakan kisah masyarakat Sumatra Barat pada masa perang PRRI. Awalnya kehidupan yang damai dan tentram kemudian porak poranda karena kedatangan APRI. Dalam proses alur cerita yang maju ini terdapat beberapa kilas balik atau flashback mengenai masa lalu semua tokoh.

2.     Tokoh atau Karakter

Tokoh atau biasa disebut „karakter‟ biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita. Konteks kedua, karakter merujuk pada berbagai percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu-individu tersebut. Dalam sebagian besar cerita dapat ditemukan satu “tokoh utama‟ yaitu tokoh yang terkait dengan semua peristiwa yang berlangsung dalam cerita. Alasan seorang tokoh untuk bertindak sebagaimana yang dilakukan dinamakan „motivasi‟ (Stanton, 2007:33).

Tokoh-tokoh:

a.     Bagian Pertama:

1.     Bahar, memiliki karakter pendendam, bersemangat, dan menyanyangi keluarga.

2.     Yusuf dan Syafri, teman Bahar yang memiliki sifat baik dengan suka menasehati Bahar agar tidak menyimpan dendam.

3.     Rosna, adik Bahar. Berkarakter rajin dan penurut.

4.     Retno, Mantan Pacar Bahar. Terlalu mencintai Bahar sehingga depresi saat Bahar memutuskannya.

5.     Mainar, baik, pintar, penyayang dan paham agama.

6.     Suyono, terjadi perubahan karakter. Awalnya baik kemudian ketika masuk paham komunis ia membunuh Marni

7.     Marni, memiliki karakter baik, penyayang keluarga, tapi pada akhirnya ia berselingkuh Suyono karena tergoda.

8.     Mak Menan, baik dan suka menolong Bahar.

9.     Kepala Sekolah Mochtar. Memiliki karakter yang tegas, bertanggung jawab dengan profesi dan penyanyang dengan keluarganya.

10.  Karman dan Sarman, adik kakak yang saling menyayangi dan melindungi.

11.  Baiyar, adik Mainar yang terbawa pengaruh dan mengikuti Germwani.

12.  Nuryani, pacarnya sarman yang dijodohkan dengan Letnan Pratono.

13.  Orang Tua Resna, Orang tua Mainar, dan Orang Tua Nuraini. Bersikap penyayang kepada anak-anaknya.

 

3.     Latar

Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlansung. Latar dapat berwujud dekor. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu. Latar terkadang berpengaruh pada karakter-karakter. Latar juga terkadang menjadi contoh representasi tema. Dalam berbagai cerita dapat dilihat bahwa latar memiliki daya untuk memunculkan tone dan mode emosional yang melingkupi sang karakter. Toneemosional ini disebut dengan istilah „atmosfer‟. Atmosfer bisa jadi merupakan cermin yang merefleksikan suasana jiwa sang karakter (Stanton, 2007:35-36).

4.     Tema

Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam pengalaman manusia yaitu sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat (Stanton, 2007:36).

Secara keseluruhan, novel Bergolak ini memiliki tema tentang perjuangan hidup masyarakat Sumatra Barat ketika APRI masuk ke wilayahnya, juga perlawanan, pemberontakan yang menggebu untuk menuntaskan para penganut komunis yang ada di daerah Bukittinggi. Sebenarnya pemberontakan yang terjadi di Indonesia oleh para anggota OPR. Tetapi di dalam novel di ceritakan pemberontakan di daerah Bukittinggi. Tema novel bergolak juga terfokus terhadap perjuangan keluarga dari anggota yang berjuang terhadap kaum komunis.

 

B.    SARANA CERITA

1.     Judul

Novel ini memiliki judul Bergolak. Berdasarkan isi cerita dapat kita ketahui alasannya novel ini berjudul Bergolak. Bergolak atau dalam bahasa Minangkabau bagolak berarti istilah yang dipakai masyarakat Sumatra Barat untuk menyebut peristiwa PRRI yang terjadi pada rentang waktu 1958-1961. Sementara sebaigian lagi, masyarakat menyebut peristiwa ini PERI-PERI.

Judul Bergolak mengisahkan perjuangan melawan APRI dan OPR. Terjadi juga pengkhianatan atau bermuka dua antara APRI dan PPRI. Bergolak sendiri berarti menggelegak, mendidih berbual-bual. Artinya di sini dalam novel bergolak, banyak terjadi pergerakan untuk menolak aksi APR dan OPR yang menganut aliran komunis yang dilakukan oleh anggota Gerwani. Banyak sanak saudara dan keluarga di tahan oleh pasukan OPR dan APRI, sehungga anggota PPRI sangat sulit untuk menemui keluarga mereka dan harus diam-diam untuk menemui keluarga. Di kampung itu juga terjadi pembantaian dan penyiksaan dari anggota APRI dan OPR, maka dari itu para pasukan PPRI bergolak untuk membalaskan apa yang terjadi di kampung mereka.

 

2.     Sudut Pandang

Menggunaka sudut pandang orang ketiga serba tahu. Ditandai dengan sebutan “ia” dalam menceritakan seorang tokohdi dalam novel ini.

 

3.     Gaya bahasa dan tone

Dalam novel ini menggunakan bahasa Minangkabau. Contohnya “Hah, bangsat, Jawa kalera ndak tahu diuntuang, lah ditolong malah manggigik. Sarupo malapehan anjiang tasapik awak,”.

      Terdapat majas hiperbola, contohnya pada kalimat “…Sejak kita berkenalan, bayanganmu selalu hadir dalam ingatanku dan dirimu sering datang dalam mimpiku.”. kemudian, ada majas metafora, contohnya pada kalimat “Tembak ateh atau tembak bawah?”.

Tone adalah sikap emosional pengarang dalam menceritakan kisah tersebut. Tone yang ada dalam novel ini ada suasana ketakutan dalam perang, ada sisi romantisme, krisis dan kekhawatiran manusia.

 

4.     Ironi

Seharusnya perang tersebut itu tidak terjadi. Banyaknya masyarakat yang berkhianat dengan mengikuti paham komunis. Mereka masuk APRI dan GERWANI berpaham komunis menimbulkan perbedaan pendapat sehingga berakhir konflik dan perang saudara. Lebih baik masyarakat di daerah tersebut bersatu dan tidak berkhianat dan melengkapi persenjataan yang lebi modern.

 

5.     Simbiolisme

Hal yang paling banyak diceritakan dalam novel ini merupakan kerasnya kehidupan masyarakat Sumatra Barat di tengah perang. Pergolakan yang terjadi antara APRI dan PRRI menjadikan masyarakat terpecah belah dan hidup dalam ketakutan.

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjelang Subuh_Zelfeni Wimra_Analisis Robert Stanton

Padusi dalam Prespektif Minang