Rumah Masa Kecil Hatta
Hari senin menjadi hari yang sangat dihindari setiap orang, apa lagi saya sebagai seorang siswa yang mengharuskan kembali bersekolah setelah libur selama sehari, hari itu sangat membosankan dan tidak ada kegiatan belajar karena rapat yang diadakan oleh semua guru sekolah sehingga membuat saya dan beberapa teman lainnya memilih untuk pergi keluar sekolah dan hari itu kami bersepakat untuk pergi ke Jam Gadang dan sampai akhirnya ke rumah masa kecil Bung Hatta, dimana kami hanya berniat berteduh dari hujan yang mengguyur kota Bukittinggi hari itu.
Untuk pertama kalinya saya membuat catatan perjalanan, kali ini saya akan menceritakan pengalaman saya berkunjung ke rumah masa kecil Bung Hatta. Bung Hatta merupakan wakil presiden pertama Indonesia dan juga salah satu tokoh proklamator yang lahir dan tumbuh di Sumatra Barat lebih tepatnya Bukittinggi.
Rumah kecil Bung Hatta kini dijadikan sebagai museum dengan nama ‘Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta’ terletak di jalan Soekarno-Hatta No.37, Bukittinggi. Jika dari pusat kota berjarak sekitar 15 menit perjalanan hingga sampai di rumah kecil Bung Hatta ini. Dalam 15 menit perjalanan dari Jam Gadang menuju rumah kecil Bung Hatta kita bisa menikmati perjalanan melalu berbagi tempat, seperti suasana taman Jam Gadang, Pasa Lereng, janjang Ampek Puluah, Pasa Banto dan berakhir di Pasa Bawah.
Pada hari itu saya memulai perjalanan dari Jam Gadang yang menjadi salah satu ikonik di Bukittinggi, dari sisi belakang Jam Gadang kita bisa melihat pemandangan pemukiman warga Bukittinggi, dan jika dari depan bisa dilihat plaza, dari samping kanan ada bangunan Pasa Ateh yang baru dibangun dengan gaya modern, juga di samping kiri ada patung Bung Hatta yang berdiri dengan gagah menghadap ke arah depan. Ada berbagai kuliner di sekitaran Jam Gadang dan yang paling banyak diminati adalah Karupuak Kuah dan pensi, karena ada banyak pedagang yang menjajakan makanan ini, mulai dari harga 5 ribu sampai harga 10 ribu rupiah. Malam hari menjadi momen yang indah di Jam Gadang karena lampu-lampu dan air mancur akan keluar mulai dari jam 6 sore sampai jam 11 malam yang menjadikan Jam Gadang semakin cantik.
Setelah sekitar dua jam bersantai di plantaran Jam Gadang, cuaca mulai tidak bersahabat, awan yang semakin gelap dan juga angin yang terasa kencang meniup baju seragam kami. Tidak menunggu lama kami langsung saja begegas mencari tempat berteduh yang mungkin kami kunjungi. Berjalan ke arah kanan memasuki pasa lereng, awal mula masuk saya disuguhi dengan pemandangan para pedagang oleh-oleh yang menjual berbagi makanan khas Bukittinggi, mulai dari karupuak sanjai, karak kaliang, kalamai, sampai dengan kue sagun bakar. Lanjut berjalan terdapat para pedagang kanan dan kiri yang menjual pakaian, sepatu, tas hingga aksesoris khas Bukittinggi. Dari sini saya lanjutkan berjalan lurus mengikuti jalan sampai di akhir Pasa lereng dan berlanjut ke Pasa Banto. Jika dari Jam Gadang lurus lewat ke samping gedung Pasa Bawah maka kita akan melewati Janjang Ampek Puluah, di sini memang dahulunya terdapat 40 tangga namun sekarang sudah diperbaiki dan dari sini langsung menuju ke pasa Banto.
Di Pasa Banto saya melihat banyak pedagang sayur dan ikan yang berjualan dari pagi hingga siang hari, dari dahulunya pasa banto memang menjual bahan-bahan masakan mentah, namun seiring berkembangnya zaman Pasar ini mulai ditinggalkan dan menjadi sepi akhir-akhir ini. Di sepanjang jalan Pasa Banto menuju rumah kecil Bung Hatta banyak terdapat bendi yang berjejer menunggu penumpang di tepi jalan dan dapat disewa, ia akan membawa kita berkeliling sekitaran Jam Gadang.
Di pasa Banto hujan mulai turun membasahi kami, kami semakin mempercepat langkah menuju sebuah rumah yang dijadikan museum, yakni rumah Bung Hatta, tidak begitu lama sampai akhirnya saya dan teman-teman sampai di kediaman kecil Bung Hatta. Di depan kediaman Hatta sebelum masuk ke dalam, terdapat tulisan ‘Museum Kelahiran Bung Hatta dibuka untuk umum’. Arsitektur rumah ini masih terjaga dan khas dengan rumah panggung dengan cat berwarna putih dipadukan dengan abu-abu dan halaman yang tidak terlalu besar ditumbuhi rumput-rumput kecil dan bunga-bunga di sepanjang tepian rumah dan pagar. Sebelum masuk kita diwajibkan untuk melepas alas kaki dan dibagian depan juga terdapat kotak yang berguna untuk kita menyumbang uang seikhlasnya sebagai biaya kebersihan.
Masuk dari pintu depan akan langsung ada meja tamu yang terbuat dari kayu, meja yang digunakan jika ada tamu yang berkunjung ke rumah Hatta. Di sebelah kiri pintu masuk ada ruangan kamar yang merupakan kamar ketika Hatta kecil sampai remaja, kamar ini juga sebagai kamar tempat Siti Soleha atau ibu Hatta melahirkannya, dipan kayu dengan kasur tipis dan alas seprei putih menjadi visual kita melihat kamar ini yang luasnya hanya sekitar 3x3 meter.
Kembali ke ruang tamu terdapat juga lukisan Hatta dan 2 kamar tidur lainnya. Lampu gantung lama yang sekarang jarang kita temui dapat dilihat di ruang tamu ini. Lanjut ke belakang kita disuguhkan dengan bangunan kedua yang masih tersambung dengan rumah utama, dimana di sini terdapat dapur dan juga tempat kuda bendi Hatta beristirahat. Di samping dapur terdapat kolam ikan kecil dan sebuah sepeda yang tersandar di samping dapur.
Rumah kelahiran Bung Hatta yang saat ini kita lihat bukan bangunan aslinya, karena ssebenarnya rumah asli sudah runtuh sekitar tahun 1960-an, namun dengan kesepakatan akhirnya dibangun kembali dengan semirip mungkin namun dengan bahan yang lebih kokoh pada tahun 1995 lalu, dan sampai saat ini sudah banyak yang direnovasi karena rusak dan sebagainnya.
Setelah puas melihat-lihat isi yang ada di dalam museum ini, saya dan beberapa teman lainnya berniat untuk kembali pulang ke rumah masing-masing. Beruntung ternyata tidak jauh dari kediaman Bung Hatta tersebut ada angkot yang berhenti menanti penumpang dan kebetulan juga ke arah rumah kami. Karena niatan awal pergi ke sini adalah untuk berteduh, jadi saya hanya melihat secara sekilas dan tidak terlalu memperhatikan setiap sudut dari rumah ini, sehingga ini bisa menjadi pelajaran bagi saya untuk kedepannya jika memiliki kesempatan untuk pergi ke tempat bersejarah mencatat itu penting dan dibutuhkan.
Komentar
Posting Komentar